Orang yang Pertama
Aku
memiliki sahabat seorang ibu muda,bernama Yani,yang memiliki seorang bayi
seusia bayiku.Kami biasa bertemu di pengajian rutin
di daerah Kebayoran Baru Dalam pandanganku, ia seorang yang bersemangat dan cerdas,ia juga cukup aktif di kepartaian.Suatu hari kami berunding utk melakukan sebuah bakti sosial.Semua melontarkan ide masing masing.tapi aku perhatikan ia diam saja.
di daerah Kebayoran Baru Dalam pandanganku, ia seorang yang bersemangat dan cerdas,ia juga cukup aktif di kepartaian.Suatu hari kami berunding utk melakukan sebuah bakti sosial.Semua melontarkan ide masing masing.tapi aku perhatikan ia diam saja.
Kenapa
kok tumben diam saja Yan? Tanyaku heran.Ah, enggak, saya hanya ada satu
pertanyaan. Ini baksosnya kontinyu atau sekali ini saja? Ya , sekali ini saja
dulu, sekalian perkenalan partai gitu, kata yang lain. Mengapa kita tidak
melakukannya dengan kontinyu? Kesulitan mereka kan tidak terhapus hanya dengan
sekali baksos, ujarnya. Yaa mana kita punya dananya? Tukas bendahara.
Sahabatku
ini terdiam, lalu katanya, Baiklah, silahkan teruskan, saya ikut. Alhamdulillah
, baksos kami berlangsung sukses. Betapa menyenangkan melihat kaum dhuafa
begitu antusias menerima bingkisan sembako di sertai dengan bazar baju murah
sekali. Banyak juga pertanyaan masuk seputar PKS (waktu itu masih PK)
Beberapa
bulan kemudian , kami sudah tidak terlalu memikirkan baksos itu lagi.Hingga
suatu sa’at ibu ketua pengajianku berkisah, tadi saya ketemu dengan Bu Rapiah.
Masih ingat? Itu loh, ibu yang anaknya ada tujuh, yang waktu kita baksos di
sempat kerepotan dengan tiga balitanya yang rewel.
Oh
ya Ingat . gimana kabarnya? Tanyaku. Dia mengucapkan terima kasih pada kita
atas bea siswa yang di berikan pada anaknya, yang dua orang sekolah di SD itu.
Tapi
saya malah bingung, beasiswa yang mana ya?...memangnya kita punya program
beasiswa?..Kayaknya belum dech..ia tampak bingung sendiri. Kami juga bingung. Mungkin
bukan DPRa sini kali? Celetuk salah satu temanku. DPRa sini kok ,dia bilang. Lagi
pula dia kan tinggalnya di wilayah DPRa sini, jawab ibu ketua.
Misteri
beasiswa itu sampai sekian lama tak terpecahkan. Sampai suatu hari, Yani
membagikan sebuah list sumbangan untuk anak seseorang di wilayah DPW ! lain.
Anak
itu menderita kerusakan syaraf, padahal usianya masih balita. Setelah mendengar
ini dan itu tentang bayi malang tersebut, kami sepakat berinfaq.
Pada
saat yang lain,aku , selaku administrator mailing list DPRa mendapat email dari
ketua sebuah DPRa di DPW tempat lain. Isinya sungguh membuat kami terharu. Begini
bunyinya:
“terima kasih atas bantuan saudara sekalian untuk biaya operasi dan
sekaligus fisioterapi anak seorang warga di DPRa kami. Kedua orang tuanya ingin
sekali bersi-laturahmi dengan anda semua. Saudara sekalian telah berbuat di
saat yang tepat. Sebab ada seorang temannya yang kaya raya, menjanjikan mau
menolong, tapi hingga saat inipun tidak terwujud. Hal itu tidak lain karena ia
tidak berhasil menghimpun dana dari teman-teman yang kaya itu. Alasanya karena
mereka tidak kenal dengan warga kami tersebut. Subhanallah,! Ukhuwah islamiah
mampu menyatukan hati saudara sekalian dengan kami semua, dengan keluarga yang
di timpa kemalangan tersebut ”
Maka
aku mulai menghubungkan peristiwa setelah baksos dengan sahabatku yani. Hingga
suatu hari aku bertemu dengan teman dekatnya yang sedang mengantri di sebuah
bank. Sedang nabung ya, Mbak? Sapaku setelah bertukar salam. Ah nggak , mbak
.ini mau menyetorkan uang sumbangan. Al-hamdulillah ada tambahan lagi nih. Lalu
aku mulai mengoreknya. Subhanallah,
ternyata Yani dan beberapa temannya membuka sebuah rekening bank khusus. Penggunaannya
untuk beasiswa dhuafa , anak jalanan, keluarga muslim yang sedang di timpa
musibah, hingga daerah daerah konflik, dan saudara sausara muslim di negri
lain. Yang terakhir ini, mereka menyalurkannya melalui LSM-LSM seperti PKPU,
DSUQ, MER-C ,BSMI, dan beberapa yayasan lain, termasuk Dompet Dhuafa.
Untuk
itu, Mereka membuat jaringan dengan beberapa kalangan yang mampu dan mau,
berinfaq secara teratur, dengan cara menyisihkan berapa saja bagian dari
pendapatan mereka. Mbak Yani bilang, " Kalau bisa, jadilah kita orang pertama
yang menolong mereka. Jangan sampai mereka yang minta,baru kita tolong", ujar
muslimah berjilbab itu.
Subhanallah.
Getar di hatiku tak terkatakan. Getar itu kian menjadi , saat beberapa hari
setelah itu aku bertemu Yani yang bersemangat itu keluar dari ATM dengan wajah
agak murung. Ketika ku tanya, ia menjawab ah nggak apa apa. Gajiku belum di
transfer. sementara itu, aku perlu beli susu untuk bayiku. Bagaimana kalau aku pinjami dulu?
Tanyaku bersimpati. Bayangkan, orang yang selalu jadi orang pertama yang
menolong saudaranya ini, ternyata sedang kesulitan keungan untuk membeli
sekaleng susu bayinya, 'Ah ngga usah. Nanti aku telpon kantorku saja, ujarnya
ringan. Tak lama kulihat ia sibuk dengan hp nya, Kuamati setelah itu
wajahnya kuyu.
Ia melangkah
pergi pergi dengan gontai. Agaknya usahanya tidak berhasil. Hatiku bergetar
teringat kata-katanya, kalau bisa jadilah orang yang pertama menolong
saudaramu, jangan tunggu hingga ia meminta.
Maka aku segera memburunya. Kutarik
tangannya, dan setengah kupaksa, kuajak ia masuk ke sebuah super market tak jauh
dari situ. Ku paksa ia mengambil sekaleng susu bagi bayinya . ia tampak tidak
enak. Apalagi d kasir aku yang membayarinya.
Jangan,
nanti aku susah menggantinya, aku lagi nggak punya uang, ujarnya memelas. Kamu nggak
perlu ganti. Ingat , aku saudaramu. Dan aku ingin jadi orang pertama yang
menolong saudaraku..Beri aku kesempatan berbuat sepertimu yaa?
Kulihat
bening di matanya, bening terima kasih. Bening haru. Hatiku basah. Sejuk.
Allah ajari aku untuk selalu berusaha menjadi orang pertama yang menolong
saudara-saudaraku, seperti saudaraku “ Yani”.
Di kutip dari buku " Kisah nyata para pejuang keadilan"
oleh: Helfi tiana Rosa
sangat luar biasa,
BalasHapusboleh di COPAS GAK??
Silahkan...itu juga hasil copas koq
BalasHapusizin share ya
BalasHapus